Seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat, semakin meningkat juga permintaan akan daging ayam di Indonesia. Produksi ayam di dalam negeri pun bisa mencukupi kebutuhan yam tersebut. Kendati demikian, beberapa kali Indonesia melakukan impor ayam.
Impor ayam yang dilakukan Indonesia pun bukanlah impor yang dilakukan secara sembarangan. Terdapat kebijakan yang mengatur tentang impor ayam agar harga dan keseimbangan pasar ayam di Indonesia tetap stabil dan melindungi peternak dalam negeri.
Lalu, seperti apakah kondisi mengenai impor ayam yang dilakukan Indonesia? Yuk kita bahas dalam artikel ini!
Produksi Ayam di Indonesia
Selama beberapa tahun terakhir, taraf perekonomian dan kesejahteraan pendidikan masyarakat Indonesia terus bertumbuh.
Di sisi lain, kebutuhan akan nutrisi, khususnya daging ayam pun juga semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Meningkatnya kebutuhan akan daging ayam ini juga dipengaruhi oleh semakin menjamurnya kuliner yang menggunakan bahan dasar daging ayam. Mulai dari warung di pinggir jalan sampai di pusat perbelanjaan.
Sebelum itu, untuk informasi, daging ayam untuk dikonsumsi terbagi menjadi dua jenis, yaitu ayam ras dan ayam bukan ras (buras).
Perbedaannya adalah, ayam ras merupakan jenis ayam yang sengaja dikembangbiakkan secara masal/ dalam jumlah besar untuk tujuan komersil.
Metode ternaknya pun dilakukan secara efektif dan efisien demi mendapatkan keuntungan sebesar besarnya.
Sedangkan ayam buras sering juga disebut sebagai ayam kampung. Berbeda dengan ayam ras, beternak ayam kampung tidak semasif ayam ras.
Ayam kampung biasanya dipelihara di pemukiman manusia, dengan perawatan yang lebih mudah serta tahan dengan kondisi cuaca yang berubah-ubah. Harga telur dan daging ayam buras pun lebih mahal dari ayam ras.
Konsumsi Ayam
Kembali ke pembahasan produksi ayam di Indonesia, jika melihat data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dipublikasikan pada tahun 2018 menunjukkan bahwa setiap tahun konsumsi daging ayam per kapita mengalami peningkatan dari tahun 2013 sampai tahun 2017.
Untuk konsumsi ayam ras, pada tahun 2013 konsumsi ayam ras mencapai 3,65 kg per kapita per tahun. Lalu, di tahun 2017, konsumsi ayam ras sudah mencapai 5,68 kg per kapita per tahun.
Di setiap tahunnya, mulai dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2017, konsumsi ayam per kapita per tahun terus mengalami peningkatan. Secara rata-rata peningkatan konsumsi ayam ras per kapita per tahun mengalami peningkatan sebanyak 500 gram tiap tahunnya di periode tersebut.
Sedangkan data konsumsi ayam kampung tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Di tahun 2013, konsumsi ayam kampung per kapita per tahun sebanyak 470 gram.
Kemudian, pada tahun 2017, konsumsi ayam kampung sebanyak 780 gram per kapita per tahun. Dengan kata lain, secara rata-rata pertumbuhan konsumsi ayam kampung per kapita per tahun adalah sebesar 77.5 gram tiap tahunnya.
Produksi Ayam
Disaat tren konsumsi ayam meningkat, produksi ayam pun juga ikut meningkat demi memenuhi kebutuhan ayam di Indonesia.
Jika dilihat dari periode waktu yang sama, yakni dari tahun 2013 sampai 2017, produksi ayam di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 1,5 juta ton. Sedangkan di tahun 2017, produksi ayam sudah meningkat menjadi 2 juta ton.
Artinya, selama tahun 2013 sampai tahun 2017, produksi ayam di Indonesia meningkat sebesar 33,3 persen tiap tahunnya.
Bukan hanya memenuhi kebutuhan, namun produksi ayam Indonesia juga dapat dikatakan berlebih atau over supply. Contohnya di tahun 2019, data dari Kementan menyebutkan terdapat kelebihan suplai daging ayam sebanyak 395.000 ton.
Jumlah kelebihan daging ayam tersebut setara dengan 1,3 bulan konsumsi ayam, di mana rata-ratanya adalah 303.000 ton per bulan.
Kelebihan stok ayam nasional ini pun membuat harga ayam yang beredar di pasar Indonesia menjadi turun.
Lantas, mengapa dengan keadaan seperti ini Indonesia masih mengimpor ayam?
Impor Ayam Indonesia
Alasan mengapa di tengah-tengah keberlimpahan ayam, Indonesia masih melakukan impor ayam adalah:
Yang di Impor Adalah Bibit Indukan Ayam
Untuk memproduksi ayam, tentu saja yang dibutuhkan adalah indukan ayam. Nah selama ini yang banyak diimpor adalah bibit indukan ayam tersebut.
Bibit indukan ayam, atau juga disebut Grand Parent Stock ini nantinya akan menghasilkan induk ayam atau Parent Stock.
Kemudian, induk ayam ini lah yang menghasilkan bibit ayam untuk digemukkan sehingga menjadi ayam potong.
Salah satu negara yang mengimpor bibit indukan ayam adalah Amerika Serikat. Namun yang diimpor bentuk nya adalah telur tetas bibit indukan ayam
Impor dalam bentuk telur tetas bibit indukan ayam ini dilakukan untuk meminimalisir tersebarnya wabah virus flu burung.
Impor Ayam Hias
Selain bibit indukan, ayam lain yang diimpor adalah ayam hias. Salah satu jenis ayam hias yang diimpor dengan jumlah yang besar adalah ayam mutiara atau ayam guinea.
Pada tahun 2018, total ayam impor sebanyak 76.658 kg yang sebagian terdiri dari ayam buras hidup yang beratnya di bawah 165 gram sebanyak 76,5 ribu.
Nah sisanya adalah ayam hias yang mana di tahun 2018 tersebut Indonesia telah mengimpor sebanyak 166 kg ayam mutiara ini.
Impor Ayam dari Brazil
Beberapa waktu lalu, tepatnya pada tahun 2014, diberitakan bahwa Indonesia digugat oleh brazil karena menolak impor daging ayam. Gugatan tersebut dibawa ke WTO dan Brazil memenangkan gugatan tersebut pada tahun 2017.
Namun, setelah kemenangan tersebut, brasil menganggap Indonesia belum menerima impor ayam dari Brasil. Akhirnya, Brazil pun membawa lagi permasalahan tersebut ke WTO.
Di tahun 2019 pun Indonesia mengubah kebijakan impor ayam dari Brazil agar lebih mudah, yakni dengan mempersyaratkan sertifikat kesehatan berstandar internasional serta sertifikat halal.
Dibukanya keran impor ayam dari Brazil ini pun membuat peternak ayam lokal ketar ketir. Pasalnya, ayam impor dari Brazil memiliki harga yang lebih murah daripada ayam lokal.
Selain Brazil, akibat dari kekalahan Indonesia atas gugatan Brazil di WTO, terdapat 14 negara lainnya yang juga siap untuk mengekspor daging ayam ke Indonesia.
Ditambah lagi, hampir setiap tahun harga ayam produksi lokal sering berada dibawah harga pokok penjualan karena stok ayam yang selalu berlebih.
Namun, meskipun izin impor ayam sudah lebih jelas, yakni wajib mendapatkan sertifikat kesehatan internasional dan sertifikat halal, ayam impor dari Brazil belum tentu dapat mematikan peternak lokal.
Sebab, untuk impor pun tergantung pada pasar yang tersedia di Indonesia. Meski impor sudah bisa dilakukan, tapi jika Brasil tidak memiliki pasar atau peminat ayamnya di Indonesia, maka impor tidak bisa dijalankan.
Intinya, negara tidak akan memaksakan impor ayam jika tidak akan dibutuhkan.
Itulah informasi pada artikel kali ini mengenai impor ayam yang dilakukan Indonesia. Semoga informasi ini menambah pengetahuan kita semua. Terima kasih.