Sebagai negara maritim yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, saat ini Indonesia ternyata masih melakukan impor garam lho.
Dengan panjang garis pantainya yang sepanjang 95.181 km, Indonesia masih mengimpor sekitar 2,7 juta ton garam pada tahun 2019.
Jika dipikir secara logis, seharusnya hal tersebut tidak mungkin terjadi, dan wajar saja jika banyak orang yang heran jika mendengar hal ini.
Lalu, mengapa hal demikian masih terjadi? Apa yang menyebabkan negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia ini masih kekurangan garam? Mari kita bahas dalam artikel ini.
Indonesia Impor Garam
Selama tiga tahun belakangan, yakni dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2020, rata-rata kebutuhan garam nasional Indonesia adalah sebanyak empat ton per tahun.
Namun dari kebutuhan sebanyak itu, Indonesia masih belum bisa memenuhinya secara swasembada dengan sumber daya alam yang dimiliki.
Bahkan, dari empat ton kebutuhan garam tersebut, sebagian besarnya dipenuhi dengan cara mengimpornya dari negara lain.
Contohnya pada tahun 2019 di mana kebutuhan garam nasional Indonesia mencapai 4,2 juta ton, namun sebanyak 2,7 juta ton garam tersebut berasal dari luar negeri alias impor.
Produksi garam nasional pun pada saat itu hanya mencapai 2,3 juta ton. Dengan kata lain, Indonesia masih defisit garam. Lebih dari 50 persen garam tersebut merupakan hasil impor dari luar negeri.
Dari Mana Indonesia Impor Garam
Berikut ini merupakan daftar beberapa negara pemasok garam Indonesia di tahun 2019 berdasarkan data yang diambil dari BPS Indonesia:
1. Australia
Selama lebih dari 10 tahun Australia merupakan salah satu negara pemasok garam terbesar ke Indonesia. Di tahun 2019 sendiri, Australia telah memasok garam ke Indonesia sebanyak 1.8 juta ton dengan nilai hampir mencapai US$ 73 juta.
2. India
Kemudian, negara pemasok garam Indonesia terbesar kedua adalah India, yang memasok kurang lebih sebanyak 718 ribu ton dengan nilai US$ 20 juta pada tahun 2019.
3. Selandia Baru
Negara pemasok garam Indonesia selanjutnya adalah Selandia Baru yang pada tahun 2019 memasok sebanyak 4.052 ton garam ke Indonesia dengan nilai US$ 1,6 juta.
4. China
Selanjutnya, sebanyak 569 ton garam Indonesia dipasok dari negara China pada tahun 2019 dengan nilai impor yakni sebesar US$ 49.100 dolar.
5. Denmark
Negara lain yang cukup besar dalam memasok garam Indonesia adalah Denmark yang pada tahun 2019 memasok sebanyak 496 ton garam ke Indonesia dan bernilai sebesar US$ 190.300 dolar.
Sisanya, garam Indonesia diimpor dari berbagai negara seperti Jerman, Singapura, dan beberapa negara lainnya.
Kenapa Indonesia Impor Garam
Berdasarkan data diatas, kita ketahui bahwa Indonesia paling banyak mengimpor garam dari Australia.
Jika dilihat dari produksinya, Australia sendiri merupakan produsen garam terbesar ke-6 di dunia berdasarkan data United States Geological Survey (USGS) pada tahun 2013. Sedangkan Indonesia berada dalam urutan ke-35 dalam hasil survei tersebut.
Padahal, jika dibandingkan dengan sumber daya alamnya, seharusnya Indonesia bisa memproduksi garam lebih banyak dibanding Australia yang hanya memiliki garis pantai sepanjang 25.760 km.
Produksi Garam Indonesia Sedikit
Saat membuka Rapat Terbatas tentang Percepatan Penyerapan Garam Petani pada Senin, 5 Oktober 2020, Presiden Jokowi mengungkap alasan mengapa Indonesia masih mengimpor garam adalah karena produksi garam nasional masih rendah.
Jokowi pun melanjutkan pernyataannya dengan mengatakan yang paling mudah untuk memenuhi kebutuhan garam adalah dengan impor garam.
Lalu, mengapa dengan panjang garis pantai yang sepanjang 95.181 km, Indonesia masih belum dapat banyak memproduksi garam? Ini beberapa faktornya:
1. Seluruh Garis Pantai Tidak Bisa Dijadikan Lahan Produksi Garam
Selama ini, asumsi kebanyakan orang tentang panjangnya garis pantai menentukan banyaknya produksi garam ternyata kurang tepat.
Karena pada kenyataannya, dari 95.181 km garis pantai yang dimiliki Indonesia, ternyata hanya sekitar 26 ribu hektar saja yang memenuhi kriteria untuk bisa dijadikan lokasi tambak produksi garam.
Menurut Jakfar Sodikin, selaku Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia, kriteria tersebut meliputi cuaca yang bagus dengan curah hujan rendah dan panas, serta tidak bersentuhan dengan ombak tinggi.
2. Faktor Iklim dan Cuaca
Masih bersangkutan dengan yang pertama mengenai kriteria lahan produksi garam, untuk mendapatkan garam dengan kualitas yang dibutuhkan untuk tingkat industri, dibutuhkan cuaca yang mendukung, yakni musim kemarau.
Maka dari itu, jika curah hujan sedang tinggi karena pengaruh La Nina, produksi garam ini pun akan akan berkurang baik dari segi kuantitas dan kualitas.
Mungkin dalam kondisi cuaca mendukung, satu hektar lahan garam bisa memproduksi sekitar 70 ton garam. Namun sebaliknya, jika kondisi cuaca sedang banyak hujan maka produksi garam dapat turun drastis.
Kemudian, juga Indonesia memiliki kondisi kelembaban udara yang cukup tinggi, yakni sekitar 60 – 70 persen yang berpengaruh dalam produksi garam.
3. Teknologi Dalam Memproduksi Garam
Faktor selanjutnya tentang mengapa produksi garam Indonesia masih kurang adalah karena petani garam Indonesia masih menggunakan cara tradisional untuk memproduksi garam.
Meski Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah sebagai bahan baku industri pembuatan garam, namun jika pengolahannya masih menggunakan cara tradisional, sudah jelas Indonesia tertinggal dengan negara lain.
Teknologi pembuatan garam di Indonesia masih bergantung besar terhadap sinar matahari dan cuaca. Kemudian, alat yang digunakan masih menggunakan pengeruk kayu dan kincir angin, sehingga produksinya pun memiliki kualitas yang kurang dan sedikit.
Berbeda dengan Australia yang menjadi pemasok garam impor terbesar untuk Indonesia, meski wilayah produksinya lebih kecil dari Indonesia, namun dengan teknologi yang lebih maju, produksi garam Australia menjadi lebih tinggi dan berkualitas.
Produksi Garam Indonesia Belum Mencukupi Untuk Standar Industri
Kebutuhan garam Indonesia dibagi menjadi dua jenis, yaitu garam industri dan garam konsumsi. Nah, kebutuhan garam terbesar berada di garam industri yakni sekitar 70 % dari total kebutuhan garam nasional.
Sedangkan kebutuhan garam konsumsi adalah sekitar 20 %, sisanya untuk kebutuhan lainnya.
Di Indonesia, impor garam yang dilakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan garam industri. Karena produksi garam lokal masih belum memenuhi garam industri yang memiliki kriteria kadar NaCl 97% serta persyaratan kualitas lainnya.
Sementara itu, industri yang membutuhkan garam industri harus tetap berjalan. Sehingga impor garam terpaksa dilakukan agar industri tidak mati.
Garam industri biasanya digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong untuk beberapa industri seperti industri Chlor Alkali Producer, industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik, pertambangan, dan lain-lain.
Untuk garam konsumsi, yakni garam yang digunakan untuk bumbu dapur, memiliki kriteria kadar NaCl 94%. Petani garam Indonesia sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Garam industri pun benar-benar hanya digunakan untuk keperluan industri dan tidak diedarkan ke umum untuk konsumsi masyarakat, meski bisa dikonsumsi. Sedangkan yang beredar dan mudah dibeli oleh masyarakat adalah garam konsumsi.
Nah, seperti itulah beberapa alasan mengenai impor garam yang dilakukan Indonesia. Singkatnnya, Indonesia masih impor garam karena masih belum bisa memenuhi kebutuhan garam industri yang menjadi bagian besar dalam kebutuhan garam Indonesia.